Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita - Bagian 4 - Tuntunan Praktis Fiqih Wanita (Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc.)
Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin
Kajian Islam oleh: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. Berikut ini adalah rekaman kajian dan ceramah agama dengan judul “Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita – Bagian 4” yang disiaran live di Radio Rodja dan Rodja TV pada Rabu pagi, 3 Rabbi’ul Awwal 1439 H / 22 November 2017 M. Kajian ini membahas Kitab “تنبيهات على أحكام تختص بالمؤمنات” Tanbiihaat ‘alaa Ahkaamin Takhtashshu bil Mu’minaat atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan “Tuntunan Praktis Fiqih Wanita” yang merupakan karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah.
Ringkasan Kajian Kitab Tuntunan Praktis Fiqih Wanita: Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita – Bagian 4
Kajian ini adalah lanjutan pembahasan dari sebab seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Pada kajian sebelumnya telah empat penyebab seseorang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Diantaranya dibahas adalah sakit, musafir, haid dan nifas.
Poin ke lima yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak berpuasa adalah hamil dan menyusui. Hamil dan menyusui adalah salah satu halangan syar’i. Puasa bagi seorang wanita dalam keadaan hamil atau dalam keadaan menyusui, bisa menyulitkan seorang wanita atau menyulitkan anak bayi yang ada dalam kandungannya atau bahkan kesulitan bagi keduanya (ibu dan anak). Wanita yang hamil dan atau menyusui boleh tidak berpuasa apabila keduanya takut terhadap dirinya. Kedua, jika seorang ibu takut untuk anaknya atau janin yang sedang dikandung.
Jadi, yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah wanita yang sedang hamil atau menyusui boleh (mubah) untuk tidak berpuasa. Hukum dalam Islam ada 5 (lima), haram, makruh, mubah, sunnah, wajib. Dalam hal ini, hukumnya adalah mubah. Artinya boleh untuk tidak berpuasa dan bukan berarti wanita hamil atau menyusui wajib tidak berpuasa. Ketika seorang wanita hamil atau menyusui tersebut mampu berpuasa, tentu ini lebih baik. Karena lebih cepat menyelesaikan tanggung jawabnya yaitu puasa ramadhan dan lebih mudah berpuasa bersama kaum muslimin dibanding ketika harus mengganti dilain hari.
Lalu apabila kesulitan itu terjadi pada anak bayinya saja, maka yang ia wajib mengganti puasanya dan wajib memberi makan orang miskin setiap harinya. Inilah salah satu pendapat dari jumhur ‘ulama. Apabila kesulitan hanya terjadi pada ibunya, maka dia hanya wajib mengganti puasa tersebut dilain hari. Hal ini berdasarkan ayat:
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٤﴾
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(Q.S Al-Baqarah [2]: 184)
Download Kajian Kitab Tuntunan Praktis Fiqih Wanita: Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita – Bagian 4
Podcast: Play in new window | Download
Demikianlah ringkasan dan audio kajian tentang “Hukum-Hukum Khusus Bagi Jenazah Wanita”. Jangan lupa untuk turut membagikan artikel dan audio kajian “Hukum Khusus Tentang Jenazah Wanita” serta link download kajian ini ke akun media sosial yang Anda miliki, baik Facebook, Twitter, Google+, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahufiikum